Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Rakyat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat - Hallo pembaca WHT
Web Hosting Indonesia, kali ini saya akan sharing hosting Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Rakyat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat , saya telah mereview dan membuat tutorial untuk pembaca setia, berikut artikel yang kami buat khusus untuk anda pembaca WHT.
lihat juga
Pelestarian Hutan dan Kesejahteraan Rakyat Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Kondisi kawasan hutan di indonesia dalam kurun 10 tahun terakhir menjadi problem yang sangat mencemaskan untuk negara kita. Berbagai persoalan seperti kebakaran lahan hutan, degradasi kawasan hutan, yang lebih mengkhawatirkan lagi yaitu pembalakan dan pencurian kayu. Fenomena ini tentu sangat merugikan negara terutama untuk kelangsungan hidup masyarakat dan ekosistem di dalam kawasan hutan. Tidak banyak yang dapat di lakukan untuk menangani persoalan ini, peran masyarakat dan pemerintah sangat di perlukan untuk mengkondisikan keadaan ini. Akhir-akhir ini masyarakat bersama pemerintah seakan terbangun dan sadar dengan keadaan yang terjadi, kemudian dengan gencar-gencar nya melakukan suatu aktifits pembaharuan seperti rehabilitasi, atau penataan kembali sistem keamanan hutan. Untuk rehabilitasi di lakukan penanaman seribu pohon, atau program penanaman 1 milyar pohon, kemudiaan untuk penataan sistem keamanan hutan yaitu dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan hutan untuk berperan aktif dalam menjaga, mengawasi, dan memanfaatkan sumber daya dan aspek-aspek di dalam kawasan hutan itu sendiri. Dengan peran aktif masyarakat dalam mengawasi, menjaga dan memanfaatkan hutan ternyata sangat terbukti efektif dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang di hadapi.Baca Juga : Pengantar Ilmu Kehutanan Program penanaman 1 milyar pohon pada 2010 yang dicanangkan Presiden Desember 2009 lalu cukup baik untuk mengatasi kerusakan atau degradasi lahan dan hutan jika melibatkan masyarakat pedesaan dan dengan sistem insentif. Bukan sekedar saat menanam, tapi masyarakat diberi tugas untuk merawat hingga tanaman tetap tumbuh dengan baik hingga tingkat keberhasilan hidup tinggi. Pemilihan lokasi dan jenis tanaman juga harus tepat. Pemilihan tanaman yang cepat tumbuh, tapi punya nilai ekonomis tinggi, kemudian untuk menanggulangi dan mencegah degradasi lahan lebih lanjut langkah yang seharusnya diambil oleh pemerintah dan semua elemen masyarakat adalah antara lain :
Jangan membuka lahan gambut, jika sudah terlanjur terbuka hindari drainase yang berlebihan (tutup saluran-saluran drainase yang terdapat di lahan gambut). Jangan menggunakan api di lahan gambut, karena jika terbakar sulit diatasi dan cepat merambat ke lokasi lain (juga mengemisikan karbon dioksida dalam jumlah besar). Moratorium gambut yang dicanangkan pemerintah baru-baru ini, harus didukung semua pihak (swasta, LSM, instansi pemerintah di daerah dan pusat) dan jangka waktu moratorium sebaiknya bukan dua tahun tapi hingga ada kajian lebih lanjut tentang pemulihannya.
Sedangkan untuk menanggulangi degradasi lahan di kawasan mangrove, langkah yang perlu ditempuh adalah segera menetapkan kebijakan (dan tegakkan aturannya) tentang lebarnya sabuk hijau (green belt), segera rehabilitasi wilayah pesisir yang mangrovenya sudah rusak (misal melalui penanaman), batasi pembangunan di wilayah pesisir (terutama yang membongkar hutan mangrove) karena jika terjadi kenaikan air laut akibat perubahan iklim, mangrove yang sehat dapat berperan sebagai benteng daratan dan mendukung berbagai kepentingan/infrastruktur lain di darat. Lalu adakan kampanye besar-besaran tentang fungsi hutan mangrove dan gambut dalam rangka mitigasi dan adaptasi terhadap adanya perubahan iklim global. Baca Juga : Makalah Sosiologi Kehutanan
Untuk memperbaiki kerusakan hutan dan lahan yang terdegradasi, perlu terus dilakukan upaya penerapan teknik konservasi hutan, tanah, dan air dalam pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Selain itu lahan harus digunakan sesuai peruntukkannya, dan tidak boleh melebihi daya dukungnya. Kegiatan ini selain untuk lebih meningkatkan kepedulian berbagai pihak akan pentingnya penanaman dan pemeliharaan pohon, juga merupakan bagian dari upaya mencegah atau mengurangi pemanasan global, dan perubahan iklim dengan memperbanyak penyerap karbon tentunya ini menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah yang cukup membantu.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) menjadi isu yang gencar-gencarnya didorong oleh pemerintah hari ini. Pengelolaan hutan berbasis masyarakat merupakan salah satu model pengelolaan hutan yang melibatkan peran serta masyarakat dalam upaya untuk pemberdayaan masyarakat. Bahkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dianggap sebagai salah satu jalan resolusi konflik dalam menekan konflik-konflik kehutanan yang marak akhir-akhir ini. Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah dengan kondep desentralisasi memberikan kewenangan lebih bagi pemerintah daerah untuk mengelola wilayahnya serta kesadaran pemerintah akan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan, maka paradigma pengelolaan dan pembangunan kehutanan yang dulu berorientasi pada hutan sebagai penghasil kayu menjadi lebih pada menem-patkan masyarakat lokal sebagai pelaku utama pengelolaan sumber daya hutan.
Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini dilaksanakan dengan cara memanfaatkan kawasan hutan lindung yang diatasnya belum dibebani hak serta belum dibuka ataupun terlanjur dibuka oleh masyarakat setempat melalui penanaman Tanaman Serba Guna (Multi Purpose Trees Spestes) dan kawasan hutan produksi yang dapat ditanam dengan tanaman kayu-kayuan yang dapat diambil hasilnya dengan berpijak pada peraturan yang telah ditetapkan. Melalui program ini lahan yang semula terbuka bisa tertutup kembali oleh Tanaman Serba Guna (Multi Purpose Trees Spesies) dan masyarakat dapat mengambil manfaatsecara ekonomi dari hasil tanaman tersebut. Dengan program pengelolaan hutan berbasis masyarakat kerusakan hutan yang selama ini selalu dikaitkan kepada masyarakat sebagai perambah hutan dan peladang liar dapat dicegah dan ditanggulangi melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam kebijakan dan pengelolaan sumberdaya hutan. Sehingga pada akhirnya masyarakat jauh dari bencana alam baik longsor mapun banjir, seperti yang sering terjadi akhir-akhir ini. Kiranya jelas bahwa man-faat pengelolaan hutan berbasis masyarakat bagi masyarakat, pemerintah dan terhadap fungsi hutan itu sendiri yaitu:
Pertama, bagi masyarakat (a) memberikan kepastian akses untuk turut mengelola kawasan hutan, (b) menjadi sumber mata pencarian, (c) ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk rumahtangga dan pertanian terjaga, dan (d) hubungan yang baik antara pemerintah dan pihak terkait lainnya.
Baca Juga : Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Kedua, bagi pemerintah bermanfaat untuk, (a) sumbangan tidak langsung oleh masyarakat melalui rehabilitasi yang dilakukan secara swadaya dan swadana, dan (b) kegiatan hutan desa/nagari berdampak kepada pengamatan hutan.
Ketiga, bagi fungsi hutan dan restorasi habitat, seperti; (a) terbentuknya keaneka ragaman tanaman, (b) terjaganya fungsi ekologis dan hidro orologis, melalui pola tanam campuran dan teknis konservasi lahan yang diterapkan, dan (c) menjaga kekayaan alam flora dan fauna yang telah ada sebelumnya.
Selanjutnya melalui pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini secara tidak langsung akan dapat mengembangkan ekonomi masyarakat terutama yang berada dipinggiran hutan. Salah satu contoh pengelolaan hutan yang dapat dibilang cukup berhasil melalui skema HKm yaitu di daerah Pabaraseng Kab. Sidrap, Provinsi Sulawesi Selatan, Das Jeneberang. Kondisi awal lahan tersebut merupakan padang alang-alang dan sekarang ditumbuhi oleh pohon kemiri, jambu mente, jati putih. Setelah dikembangkan oleh masyarakat setempat maka masyarakat pun mendapatkan tambahan pendapatan hingga Rp 10.100.000 /ha/tahun. Sudah jelas, manfaat apa saja yang bisa di ambil dari penerapan sistem pengelolaan hutan berbasis masyarakat tersebut.
Akan tetapi, pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% pendapatan total yang mereka terima. Hal ini disebabkan karena pengusahaan hutan rakyat masih merupakan jenis usaha sambilan. Tidak sepenuhnya masyarakat menggantungkan kehidupan dan perekonomian dari potensi hutan. Karena hutan juga menyediakan semua sumber daya nya berdasaran kurun waktu tertentu, tidak akan selalu tersedia melainkan memerlukan kurun waktu untuk memperbaharuinya. saha hutan rakyat pada umumnya dilakukan oleh keluarga petani kecil biasanya subsisten yang merupakan ciri umum petani Indonesia. Golongan petani subsisten tersebut menurut Scott (1976) memiliki kebiasaan mendahulukan selamat artinya apa yang diusahakan prioritas pertama adalah untuk mencukupi kebutuhan konsumsi sendiri, yang biasa disebut dengan etika subsisten. Luasnya cakupan penguasaan hutan memberikan sebaran kontribusi ekonomi yang juga cukup luas di masyarakat desa. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang diluar pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Ini dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu menyerap tenaga kerja di desa tersebut.
Untuk aktivitas pemasaran hasil, pengusahaan rakyat memberikan kontribusi pendapatan terhadap para pelaku dalam sistem distribusi. Dapat dipahami bahwa jika pengusahaan hutan dilakukan secara sambilan (input teknologi dan manajemen yang rendah) hanya memiliki manfaat langsung ekonomi kepada pemilik lahan dan tengkulak, sehingga belum nampak adanyakontribusi pendapatan terhadap pihak lain. Sedangkan pada pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan secara intensif, diperkirakan mampu memberikan manfaat ekonomi terhadap pihak-pihak penyedia input yang lebih luas. Dengan demikian peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat (secara mikro), yang pada gilirannya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap tenaga kerja produktif juga mampu menstimulir usaha ekonomi produktif lainnya sebagai produksi lanjutan dari pengusahaan hutan rakyat, bahkan hutan rakyat juga terbukti mampu meminimalisir dampak krisis moneter.
Untuk meningkatkan peran hutan rakyat dalam perekonomian desa maka perlu adanya intensifikasi pengelolaan hutan rakyat, sehingga hutan rakyat lebih mampu melebarkan spektrum perannya dalam meningkatkan perekonomian khususnya di pedesaan sebagai basis usaha hutan rakyat. Makin intensifnya pengusahaan hutan rakyat secara umum akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kontribusi pendapatan yang lebih luas, karena para pelaku yang terlibat dalam pengusahaan hutan rakyat makin banyak. Dengan terjadinya peningkatan pendapatan dari masing-masing individu yang terlibat dalam pengusahaan hutan maka secara tidak langsung, usaha hutan rakyat ini akan ikut mendongkrak perekonomian pedesaan. Pengusahaan hutan rakyat dalam perekonomian pedesaan memegang peranan penting baik bagi petani pemilik lahan hutan rakyat maupun untuk tumbuhnya industri pengolahan kayu rakyat. Meskipun demikian, sampai saat ini masih banyak diterapkan apa yang disebut “daur butuh”, yakni umur pohon yang dipanen ditentukan oleh kebutuhan pendapatan.
Di masa mendatang sistem pemanenan seperti ini diharapkan akan berubah menjadi sistem pemanenan yangterencana karena semakin meningkatnya permintaan dari industri-industri pengolahan kayu yang berada dekat di daerah sekitar hutan rakyat, seperti industri penggergajian dan industri meubel. Permintaan kayu rakyat dirasakan semakin meningkat sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda balak. Dengan adanya kebijakan tersebut maka pasokan kayu dari hutan negara ke industri pengolahan kayu juga semakin berkurang. Dalam kondisi seperti ini, hutan rakyat muncul menjadi salah satu alternatif sumber pasokan bahan baku kayu.
Permasalahan hutan rakyat yang muncul sampai saat ini meliputi empat aspek
yaitu: a) produksi, b) pengolahan, c) pemasaran dan d) kelembagaan. Aspek produksi,
khususnya tentang struktur tegakan dan potensi produksi, penelitian Hardjanto (2003) menemukan bahwa disatu sisi struktur tegakankayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun disisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal ini berarti akan mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat, dan sekaligus berarti mengancam pula kelestarian usahanya. Aspek pengolahan yang dimaksud disini adalah semua jenis tindakan/perlakuan yang merubah bahan baku (kayu bulat) menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Masalah terbesar saat ini pada aspek pengolahan adalah masalah jumlah dan kontinuitas sediaan bahan baku. Sementara itu permasalahan pada aspek pemasaran meliputi beberapa hal antara lain yaitu: sistem distribusi, struktur pasar (market structure), penentuan harga, perilaku pasar (market conduct) dan keragaan pasar (market performance). Kelembagaan yang mendukung pada setiap sub sistem juga masih perlu disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan menjadi lebih baik. Baca Juga : Pengertian Hutan dan Pemanfaatannya
Dalam struktur sistem usaha, pihak petani berada dalam posisi “termiskinkan”,
dimana nasibnya ditentukan oleh pelaku lain. Dengan demikian sudah seharusnya tujuan utama dalam strategi dan program pengembangan usahan kayu rakyat adalah pemberdayaan dan peningkatan pendapatan petani, mewujudkan kelestarian usaha dan kelestarian sumberdaya kayu rakyat. Untuk itu secara umum diperlukan kebijakan dan program operasional dalam bidang: pemasaran,subsidi, pemanfaatan lahan (terlantar, negara), peningkatan teknologi, permodalan, perencanaan sumberdaya (hutan) secara terpadu dalam setiap kabupaten dan atau antar kabupaten. Disamping itu perlu dilakukan revisi terhadap kebijakan yang sedang dan akan berlaku yang pada akhirnya memberatkan petani, seperti pajak dan retribusi yang tidak tepat, rencana pengenaan semacam provisi sumberdaya hutan (PSDH) terhadap kayu rakyat dan sebagainya. Dari uraian tersebut di atas, secararingkas permasalahan pengelolaan hutan rakyat masih sangat banyak. Permasalahan tersebut terdapat pada keempat sub sistemnya yaitu sub sistem produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan. Oleh karenanya tugas-tugas penelitian masih sangat terbuka lebar pada setiap sub sistem tersebut. Namun demikian jika prioritas penelitian harus dilakukan, maka sebaiknya diletakkan pada penelitian yang terfokus untuk mewujudkan kelestarian hutan rakyat dan kelestarian usahanya dengan mengedepankan peningkatan manfaat yang diterima oleh petani pemiliknya.Baca Juga : Tiga Metode Konservasi Tanah dan Air